Di pesantren ini pula tempat kejadian Gus Dur mencuri ikan Pak kiai yang sangat terkenal itu. Apa yang bisa kita pelajari dari kejadian itu? | gusdur .
Magelang - Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tercatat 2,5 tahun mondok di Ponpes Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo, Magelang. Tak ayal tempat itu ikut beperan dalam pembentukan karakternya. Di pesantren ini pula tempat kejadian Gus Dur mencuri ikan Pak kiai yang sangat terkenal itu. Apa yang bisa kita pelajari dari kejadian itu?
Semenjak kecil Gus Dur dikenal sebagai seorang kutu buku. Apapun dibacanya sehingga kadang pengetahuannya melampaui usianya. Tentunya itu berpadu dengan kecerdasannya sehingga dia sering mencari-cari dan menerapkan pengetahuan yang didapatnnya secara berani.
Gus Dur nyantri di Tegalrejo antara tahun 1956 hingga 1958, saat ini Ponpes API masih dipimpin oleh KH Chudlori. Pada tahun-tahun itulah peristiwa Gus Dur nyolong ikan terjadi. Cerita yang sudah sangat terkenal itu kami angkat kembali untuk menghangatkan peringatan Hari Santri Nasional tahun ini.
KH Yusuf Chudlori, putra KH Chudlori, menggambarkan tentang kecerdasan santri Gus Dur. "Ini ceritanya berkesan sekali, tentang kisah pencurian ikan yang dilakukan Gus Dur bersama teman-temannya sesama santri," kata Gus Yusuf, saat ditemui di kediamannya, Minggu (22/10/2017).
Berawal dari ajakan tiba-tiba dari Gus Dur suatu malam kepada 4 teman sekamarnya untuk makan ikan. Temannya sempat heran, lantaran ajakan tersebut terbilang aneh, selain karena waktu sudah malam, para santri juga sedang berada di dalam kompleks pesantren.
"Gus Dur kemudian meyakinkan teman-temannya. Mereka hanya perlu mengikutinya jika ingin makan ikan," ungkap Gus Yusuf.
Tak berapa lama, kelima santri itu kemudian keluar kamar. Dengan dikomandoi Gus Dur, mereka menuju kolam ikan milik KH Chudlori yang letaknya diantara ndalem (kediaman) kiai dan musala.
Teman-teman Gus Dur sempat protes dan tak mau menyanggupi ajakannya untuk menangkap ikan di kolam tersebut karena khawatir ketahuan. Namun bukan Gus Dur namanya jika tidak mampu meyakinkan teman-temannya itu. Gus Dur lalu berbagi peran. Dia bertugas mengawasi kondisi dan situasi sekitar, sementara 4 temannya menangkap ikan.
Tepat pukul 12 malam, KH Chudlori keluar dari kediaman hendak memimpin jamaah mujahadah di musala serta salat malam. Ketika sampai di dekat kolam, kiai mendengar suara riuh santri laki-laki, serta suara air.
"Ketika itu belum ada listrik sehingga tidak kelihatan. Akhirnya kiaia meneriaki menanyakan siapa yang ada di kolam," lanjut Gus Yus.
Saat kiai sudah sampai di dekat kolam, santri Gus Dur menjawab bahwa dirinya yang ada di tempat tersebut. Sementara empat temannya sudah lebih dulu lari bersembunyi.
Sang kiai kemudian bertanya, kenapa Gus Dur berada di kolam ikan. Apalagi ada satu ember ikan yang berada dekat dengan kakinya.
"Gus Dur kemudian menjawab bahwa ada beberapa santri berniat mencuri ikan, dan dia menggagalkan rencana tersebut. Adapun ikan-ikan yang ada di ember adalah barang buktinya," kata Gus Yusuf.
Mendengar jawaban tersebut, KH Chudlori lalu menyuruh Gus Dur memasak ikan-ikan itu di kamar bersama dengan teman-temannya. Sesampai di kamar, Gus Dur diprotes lantaran sebagai otak pencurian namun tidak mengaku dan justru mengkambinghitamkan teman-temannya.
"Gus Dur hanya menjawab, 'Kalian mau makan ikan tidak. Ini ikannya sudah ada, halal lagi karena diberikan oleh kai. Tadi itu kan proses, yang penting makan ikan halal'," terangnya.
Dari cerita tersebut, menurut Gus Yus, ada satu pelajaran yang dicontohkan oleh Gus Dur. Bahwa meskipun dalam proses harus mengakibatkan sedikit kegaduhan, namun yang penting adalah hasil akhir.
"Seperti yang terjadi di dunia politik. Dalam berpolitik itu ada prosesnya, meskipun gaduh, tapi yang penting hasil dan tujuannya untuk kemaslahatan serta kesejahteraan bersama," jelasnya.
[ sumber ]
[ sumber ]
Komentar
Posting Komentar